Pukul 09.00 WIB, acara dibuka oleh Kepala SMP Negeri 1 Ledo, Pak Muhtadi, S.Pd., seorang pemimpin sekolah yang humoris membawa suasana yang hangat namun penuh wibawa, mengingatkan para hadirin tentang arti penting sebuah pertemuan. "Pendidikan adalah tentang pembaharuan yang tiada henti," ucapnya. Kata-kata itu menggema, mengingatkan kita bahwa di dalam setiap perubahan ada tanggung jawab, dan di dalam setiap tanggung jawab ada harapan yang harus dirawat.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua MGMP Bahasa Indonesia, Fransiskus Antonius, S.Pd. Ia menyampaikan, dengan bahasa yang lugas namun penuh makna, tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh para guru di era baru pendidikan ini. “Kita berada di persimpangan,” katanya, “di mana pengajaran bukan hanya soal materi dan kurikulum, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memberikan ruang bagi siswa untuk menemukan dirinya sendiri.” Dalam kata-katanya ada semacam ajakan untuk terus melangkah, untuk tidak berhenti pada status quo, tetapi untuk maju bersama.
Tema besar yang diangkat dalam kegiatan ini adalah Implementasi Kurikulum Merdeka. Supriyatin, S.Pd., dan Meliyani, S.Pd., dua narasumber yang sekaligus adalah anggota MGMP, membahas pengimbasan kurikulum tersebut. Mereka mengajak para peserta untuk merenungkan makna “merdeka” dalam konteks pendidikan. Ada semacam dialog batin yang muncul di sini: bagaimana kita bisa membebaskan siswa dalam belajar, tetapi tetap memberikan mereka pijakan yang kokoh? Pertanyaan itu menggantung di udara, dijawab dalam diskusi yang intens, dan mencerminkan kegelisahan yang tulus untuk mencari format pendidikan yang lebih manusiawi dan adaptif.
Tidak hanya diskusi tentang teori dan konsep, pertemuan ini juga membahas hal-hal yang lebih praktis. Yunardi, Kepala SMP Negeri 04 Monterado, berbicara tentang pentingnya keterampilan desain dan editing video dalam pengajaran. Di tengah zaman digital, di mana visual berbicara lebih kuat dari teks, Yunardi mengingatkan bahwa guru harus menguasai media baru ini. “Mengajar bukan lagi hanya dengan kapur dan papan tulis,” katanya, “tetapi dengan layar dan suara, dengan gambar dan narasi.” Di ruangan itu, peserta menyadari bahwa dunia bergerak cepat, dan mereka harus beradaptasi, atau tertinggal.
Hari itu, di bawah langit Kalimantan yang cerah, di sebuah aula sekolah yang bersih dan tertata rapi, MGMP Bahasa Indonesia menjadi lebih dari sekadar forum rutin. Ia menjadi ruang bagi refleksi dan aksi, bagi pengetahuan dan pemahaman, bagi kesadaran dan kebersamaan. Dan di sana, di antara bangku-bangku dan meja-meja, sebuah perjalanan baru telah dimulai sebuah perjalanan untuk terus belajar, untuk terus maju, untuk terus merdeka dalam arti yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar